http://lucyauditya.blogspot.co.id/2016/01/silabus-akuntansi-dan-keuangan-syariah.html
LIFE GOES ON !
Popular Posts
-
Menerapkan prinsip-prinsip seni grafis dalam Desain komunikasi visual untuk multimedia Berikut bahan ajar multimedia Menerapkan prins...
-
CARA PERAWATAN MODEM SUPAYA TETAP AWET Halo semua.. salam sejahtera bagi kita semua yaa.. J Nah bagi temen – temen yang mau baca ...
-
http://lucyauditya.blogspot.co.id/2016/01/silabus-akuntansi-dan-keuangan-syariah.html
-
Latar Belakang Al-Qur’an menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi...
Sabtu, 28 April 2018
Selasa, 02 Januari 2018
EKONOMI MIKRO ISLAM "Teori Produksi Islami"
Latar Belakang
Al-Qur’an
menggunakan konsep produksi barang dalam artian luas. Al-Qur’an menekankan
manfaat dari barang yang diproduksi. Memproduksi suatu barang harus mempunyai
hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan
untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif.
Kegiatan
produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan
produksilah yang menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para
konsumen. Tanpa produksi maka kegiatan ekonomi akan berhenti, begitu pula
sebaliknya. Untuk menghasilkan barang dan jasa kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antar jumlah
input dengan output yang dapat dihasilkan dalam satu waktu periode tertentu.
Dalam teori produksi memberikan penjelasan tentang perilaku produsen tentang
perilaku produsen dalam memaksimalkan keuntungannya maupun mengoptimalkan
efisiensi produksinya. Dimana Islam mengakui pemilikian pribadi dalam
batas-batas tertentu termasuk pemilikan alat produksi, akan tetapi hak tersebut
tidak mutlak.
B.
Teori Produksi Islami
1.
Pengertian Produksi
Produksi adalah
menambah kegunaan (nilai guna) suatu barang. Kegunaan suatu barang akan
bertambah bila memberikan manfaat baru atau lebih dari bentuk semula.[1]
Dalam pengertian lain, produksi adalah sebuah proses yang terlahir di
muka buni ini semenjak manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip
bagi kelangsungan hidup dan juga peradaban manusia dan bumi.[2]
Ada juga yang berpendapat bahwa produksi adalah kegiatan manusia untuk
menghasilkan barang dan jasa yang kemudian dimanfaatkan oleh konsumen.
Fungsi produksi adalah hubungan antara jumlah
input yang diperlukan dan jumlah output yang dapat dihasilkan. Fungsi produksi
menentukan berapa besar output, dengan kandungan berkah tertentu, bisa
diproduksi dengan input-input yang disuplai ke dalam proses produksi dan dengan
jumlah modal/kapital yang tertentu.
Produksi yang Islami menurut siddiqi (1992)
adalah penyediaan barang dan jasa dengan memperhatikan nilai-nilai keadilan dan
kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi masyarakat. Dalam pandangannya,
sepanjang produsen telah bertindak adil dan membawa kebijakan bagi masyarakat
maka ia telah bertindak Islami.
2.
Produksi yang Diharamkan dalam Islam
Dalam pengertian sederhana, produksi
berarti menghasilkan barang dan jasa. Menurut Ilmu Ekonomi, produksi adalah
kegiatan menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan menambah nilai kegunaan
dan manfaat suatu barang.[3]
Pengertian produksi dalam perspektif
Islam yang dikemukakan oleh Qutub Abdus Salam Duaib adalah usaha
mengeksploitasi sumber-sumber daya agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi.
Produksi dalam ekonomi Islam bertujuan untuk kemaslahatan individu dan
kemaslahatan masyarakat secara berimbang. Manfaat produksi dalam ekonomi Islam
yaitu tidak mengandung unsur mudharat bagi orang lain, dan melakukan ekonomi
yang memiliki manfaat di dunia dan akhirat.[4]
Dari pengertian di atas, kegiatan
produksi mempunyai tujuan :
a.
Menghasilkan
barang atau jasa
b.
Meningkatkan
nilai guna barang atau jasa
c.
Meningkatkan
kemakmuran masyarakat
d.
Meningkatkan
keuntungan
e.
Memperluas
lapangan usaha
f.
Menjaga
kesinambungan usaha perusahaan
Produksi yang diharamkan dalam Islam
adalah apabila tidak memenuhi prinsip-prinsip yang ada dalam ekonomi Islam.
Prinsip-prinsipnya antara lain:[5]
1.
Keadilan
dan kesamaan dalam produksi Islami
Islam memiliki prinsip produksi yang adil dan wajar dalam sebuah
bisnis dimana mereka dapat memperoleh kekayaan tanpa mengeksploitasi
individu-individu lainnya atau merusak kemaslahatan. Sedangkan usaha yang tidak
adil dan salah, sangat dicela. Usaha semacam ini dapat menimbulkan
ketidakpuasan pada masyarakat dan akhirnya menyebabkan kehancuran. Oleh karena
itu, sistem ekonomi Islam bebas dari kesewenang-wenangan dan tidak ada
eksploitasi model kapitalisme dan komunisme.
2.
Memenuhi
takaran, ketepatan, kelugasan, dan kebenaran
Dalam produksi, barang pun tidak hanya menghasilkan barang tetapi
harus sesuai dengan perbandingan antara harga barang yang ditawarkan dengan
kuantitas yang diberikan. Takaran tersebut harus mencapai tingkat maslahah
produksi yang sesuai, tidak melebih-lebihkan atau menguranginya. Karena hal
tersebut dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Dalam Islam, hal tersebut
harus ada pengawasan melalui kesadaran diri sendiri dan kepedulian terhadap
orang yang membutuhkan, bukan hasrat untuk menginginkan sesuatu yang lebih.
3.
Menghindari
jenis dan proses produksi yang diharamkan dalam Islam
Tidak mendekati hal-hal yang dalam ketentuan islam sudah pasti
bahwa itu diharamkan baik pengelolaan, pembentukan, dan pelaksanaannya. Islam
sudah memberikan batasan-batasan yang sesuai menyangkut berbagai hal, seperti
pencampuran barang haram ke dalam barang produksi dan menggantikan bahan
produksi halal dengan yang haram karena berbagai faktor pendukungnya. Semua itu
dapat terjadi apabila pelaku-pelaku produksi barang tidak menempatkan dengan
hati-hati.
Dalam Islam, akhlak juga merupakan hal yang paling penting untuk
melakukan produksi. Meskipun ruang lingkup yang halal itu sangat luas, akan
tetapi sebagian besar manusia sering dikalahkan oleh ketamakan dan kerakusan.
Mereka tidak merasa cukup dengan yang banyak karena mereka mementingkan
kebutuhan dan hawa nafsu tanpa melihat adanya suatu akibat yang akan merusak
atau merugikan orang lain. Seorang produsen muslim harus memproduksi yang halal
dan tidak merugikan diri sendiri maupun masyarakat dan tetap dalam akhlak yang
mulia.
3.
Produktivitas Dalam Islam
Produktivitas adalah kegiatan
produksi sebagai perbandingan input dengan output. Menurut Herjanto,
produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan bagaimana baiknya sumber
daya diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai hasil yang optimal.[6]
Dalam Islam prinsip fundamental yang harus diperhatikan dalam produksi adalah
prinsip kesejahteraan ekonomi.
Mannan menyatakan “Dalam sistem
produksi Islam konsep kesejahteraan ekonomi digunakan dengan cara yang lebih
luas, konsep kesejahteraan Islam terdiri dari bertambahnya pendapatan yang
diakibatkan oleh meningkatnya produksi dari hanya barang-barang berfaedah
melalui pemanfaatan sumber-sumber daya secara maksimum baik manusia maupun
benda demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum baik manusia maupun
benda demikian juga melalui ikut sertanya jumlah maksimum orang dalam proses
produksi”. Dari pernyataan Mannan di atas jelas menggambarkan aturan main
produksi dalam Islam yakni selain produsen dapat mendapatkan laba yang
diinginkan juga ada sebuah aturan bahwa barang yang diproduksi adalah barang
yang benar-benar berfaedah dan sesuai dengan kebutuhan manusia sesuai dengan
zamannya.[7]
Dalam Islam bekerja dinilai sebagai
kebaikan dan dianggap sebagai ibadah, dan kemalasan dinilai sebagai keburukan.
Bekerja mendapat tempat yang terhormat didalam Islam. Sebuah hadits menyebutkan
bahwa bekerja adalah jihad fi sabilillah. Sabda Nabi Saw, “Siapa yang bekerja
keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi Sabilillah.
Sedangkan Dr. Abdurrahman Yusro
Ahmad dalam bukunya menjelaskan bahwa dalam melakukan proses produksi yang
dijadikan ukuran utamanya adalah nilai manfaat (utility) yang diambil dari
hasil produksi tersebut. Produksi dalam pandangannya harus mengacu pada nilai
utility dan masih dalam bingkai nilai “halal” serta tidak membahayakan bagi
diri seseorang ataupun sekelompok masyarakat.
Dasar pemikiran yang dibangun dalam
paradigma berpikir aliran konvensional dalam berproduksi adalah memaksimumkan
keuntungan dan meminimumkan biaya yang pada dasarnya tidak melihat realita
ekonomi yang prakteknya berdasarkan pada kecukupan akan kebutuhan dan market
imperfection yang berasosiasi dengan imperfect information. Hasil dari
pencapaian produksi yang dilakukan oleh perusahaan konvensional adalah
keinginan untuk mendapatkan profit (keuntungan) yang maksimal dengan cost
(biaya) yang sedikit.
Aspek produksi yang didasarkan pada
ajaran Islam melihat bahwa proses produksi dapat menjangkau maknayang lebih
luas, tidak hanya pencapaian aspek yang bersifat materi-keduniaan tetapi juga
yang bersifat ruhani-keakhiratan. Dalam Al-Qur’an juga diterangkan tentang
konsep produksi. Al-Qur’an menekankan manfaat dari barang yang diproduksi.
Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan hidup
manusia. Barang itu harus diproduksi untuk memenuhi kebutuhan manusia, dan
bukannya untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai
dengan kebutuhan manusia, karenanya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk
memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Hal ini ditegaskan
Al-Qur'an yang tidak memperbolehkan produksi barang-barang mewah yang
berlebihan dalam keadaan apapun.
Mengacu pada pemikiran As-Syatibi,
bahwa kebutuhan dasar manusia harus mencakup lima hal, yaitu terjaganya
kehidupan beragama (ad-din), terpeliharanya jiwa (an-nafs),
terjaminnya berkreasi dan berpikir (al-‘aql), terpenuhinya kebutuhan
materi (al-mal), dan keberlangsungan meneruskan keturunan (an-nasl).
4.
Motiv
Berproduksi Dalam Islam
Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan
sebagai kegiatan yang menciptakan manfaat (utility) baik dimasa
kini maupun dimasa mendatang. Dengan pengertian yang luas tersebut, kita
memahami kegitan produksi tidak terlepas dari keseharian manusia.
Isu penting yang kemudian berkembang menyertai
motivasi produksi ini adalah masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen.
Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi
produsen untuk melaksanakan produksi. Akibatnya, motivasi untuk mencari
keuntungan maksimal sering kali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan
tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan untuk mencapai keuntungan
yang setinggi-tingginya.[8]
Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi
produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan
produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah menyediakan kebutuhan
material dan spritual untuk menciptakan mashlahah, maka motivasi produsen tentu juga
mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan
tujuan kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan dalam produksi dan kegiatan
bisnis memang tidak dilarang, sepanjang dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.[9]
5.
Nilai-nilai
Islam dalam Berproduksi
Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang
maksimum dapat terwujud apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai Islam.
Dengan kata lain, seluruh kegiatan produksi terkait pada tatanan nilai moral
dan teknikal yang Islami, sebagaimana dalam kegiatan konsumsi. Metwally (1992)
mengatakan, “perbedaan dari
perusahaan-perusahaan non Islami tak hanya pada tujuannya, tetapi juga pada
kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya”.[10]
Nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi
dikembangkan dari tiga nilai utama dalam ekonomi Islam, yatiu: khalifah, adil,
dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai Islam dalam produksi meliputi:
a.
Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi
pada tujuan akhirat.
b.
Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup
internal atau eksternal.
c.
Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan, dan
kebenaran.
d.
Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis.
e.
Memuliakan prestasi atau produktivitas.
f.
Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi.
g.
Menghormati hak milik induvidu.
h.
Mengikuti syarat sah dan rukun akad atau
transaksi.
i.
Adil dalam bertrnsaksi.
j.
Memiliki wawasan sosial.
k.
Menghindari jenis dan proses produksi yang
diharamkan dalam Islam.
Penerapan nilai-nilai Islam di atas dalam
produksi tidak saja akan mendatangkan berkah. Kombinasi keuntungan dan berkah
yang diperoleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang akan memberi
kontribusi bagi tercapainya falah. Dengan cara ini perolehan kebahagiaan
hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat.[10]
6.
Faktor-Faktor
Produksi
a.
Faktor Produksi
Alam
Alam merupakan salah atau faktor produksi yang
sangat penting, bahkan bersamaan dengan tenaga kerja seringkali dianggap paling
penting. Alam telah memberikan banyak faktor produksi, misalnya tanah dan
segala zat yang ada didalamnya maupun di permukaannya, udara dan segala yang
ada di angkasa, dan lain-lain. Tidaklah mengherankan kalau tokoh pemikir Barat
pada abad ke 17, Sir William Pretty, mengatakan bahwa ‘tanah adalah ibu dari
produksi, sementara tenaga kerja adalah ayahnya’ (Samuelson, 1989, h. 235). Alam
telah menyediakan berbagai jenis barang atau zat yang secara langsung dapat
dikonsumsi atau kemudian diproses dalam produksi sebagai bahan baku. Pada
dasarnya alam merupakan faktor produksi yang bersifat asli, sebab merupakan
anugerah Allah yang secara alamiah diberikan kepada manusia. Ia ada bukan
karena dibuat oleh manusia, tetapi manusia sekedar mengeksplorasinya. Alam juga
merupakan faktor produksi asal, sebab dari alamlah kemudian segala jenis
kegiatan produksi berlangsung.
1)
Tanah
Tanah
antara lain digunakan untuk lahan pertanian, perkebunan, medirikan pabrik atau
perkantoran, jalan raya, dan keperluan lainnya. Tanah ada juga yang digunakan
sebagai bahan baku pembuatan benda tertentu. Misalnya, tanah dapat digunakan
sebagai bahan baku pabrik batu bata dan genteng.
2)
Air
Air
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting bagi umat manusia.
Selain untuk minum, mandi, atau memasak, air juga digunakan sebagai alat
pembangkit tenaga listrik, sebagai sarana angkutan air, dan usaha
perikanan.
3)
Sinar Matahari
Sinar
matahari dibutuhkan untuk keberlangsungan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan
manusia. Selain itu, sinar matahari juga digunakan sebagai sumber tenaga
listrik.
4)
Udara
Udara
digunakan untuk kincir angin, penyegar ruangan, sarana perhubungan udara, dan
menunjang kesuburan tanah.
5)
Barang Tambang
Barang
tambang seperti minyak, batubara, emas, intan, mineral, dan barang tambang
lainnya sangat berguna bagi kehidupan manusia.
b.
Faktor Produksi
Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan faktor produksi
insani yang secara langsung maupun tidak langsung menjalankan kegiatan
produksi. Faktor produksi tenaga kerja juga dikategorikan sebagai faktor
produksi asli. Dalam faktor produksi tenaga kerja, terkandung unsur fisik,
pikiran, serta kemampuan yang dimiliki oleh tenaga kerja. Oleh karena itu,
tenaga kerja dapat dikelompokan berdasarkan kualitas (kemampuan dan keahlian)
dan berdasarkan sifat kerjanya.
1)
Tenaga Kerja
Menurut Kualitas
·
Tenaga Kerja Terdidik
Tenaga
kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memerlukan pendidikan tertentu sehingga
memiliki keahlian di bidangnya, misalnya dokter, insinyur, akuntan, dan ahli
hukum.
·
Tenaga Kerja Terampil
Tenaga
kerja terampil adalah tenaga kerja yang memerlukan kursus atau latihan
bidang-bidang keterampilan tertentu sehingga terampil di bidangnya. Misalnya
tukang listrik, montir, tukang las, dan sopir.
·
Tenaga Kerja Tidak Terdidik Dan Tidak Terlatih
Sementara itu, tenaga kerja tidak terdidik dan
tidak terlatih adalah tenaga kerja yang tidak membutuhkan pendidikan dan
latihan dalam menjalankan pekerjaannya. Misalnya tukang sapu, pemulung, dan
lain-lain.
2) Tenaga Kerja Menurut Sifat Kerja
·
Tenaga Kerja Rohani
Tenaga kerja
rohani adalah tenaga kerja yang menggunakan pikiran, rasa, dan karsa. Misalnya
guru, editor, konsultan, dan pengacara.
·
Tenaga Kerja Jasmani
Sementara itu,
tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang menggunakan kekuatan fisik dalam
kegiatan produksi. Misalnya tukang las, pengayuh becak, dan sopir.
c.
Faktor Produksi
Modal
Yang dimaksud
dengan modal adalah barang-barang atau peralatan yang dapat digunakan
untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan sumbernya,
bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya.
1.
Pembagian Modal Atas Dasar Sumber
·
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari dalam
perusahaan sendiri. Misalnya setoran dari pemilik perusahaan.
·
Modal asing adalah modal yang bersumber dari
luar perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman bank.
2.
Pembagian Modal Atas Dasar Bentuk
Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara
nyata dalam proses produksi. Misalnya mesin, gedung, mobil, dan peralatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan modal abstrak adalah modal yang tidak memiliki
bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi perusahaan. Misalnya hak paten, nama
baik, dan hak merek.
3.
Pembagian Modal Atas Dasar Pemilikan
·
Modal Individu adalah modal yang sumbernya dari
perorangan dan hasilnya menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya
adalah rumah pribadi yang disewakan atau bunga tabungan di bank.
·
Sedangkan yang dimaksud dengan modal masyarakat
adalah modal yang dimiliki oleh pemerintah dan digunakan untuk kepentingan umum
dalam proses produksi. Contohnya adalah rumah sakit umum milik pemerintah,
jalan, jembatan, atau pelabuhan.
4.
Pembagian Modal Menurut Sifat
·
Modal tetap adalah jenis modal yang dapat
digunakan secara berulang-ulang. Misalnya mesin-mesin dan bangunan pabrik.
·
Sementara itu, yang dimaksud dengan modal
lancar adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi.
Misalnya, bahan-bahan baku.
d.
Faktor Produksi
Keahlian
Faktor produksi terakhir yang tidak kalah
penting adalah keahlian (skill) atau faktor produksi kewirausahaan
(entrepreneurship). Sebanyak dan sebagus apapun faktor produksi alam, tenaga
kerja dan modal yang dipergunakan dalam proses produksi, jika dikelola dengan
tidak baik, hasilnya tidak akan maksimal. Jadi, faktor produksi keahlian adalah
keahlian atau keterampilan yang digunakan seseorang dalam mengkoordinir
faktor-faktor produk untuk menghasilkan barang dan jasa. Dari uraian sebelumnya
kita dapat melihat bahwa benda produksi merupakan hasil kombinasi dari
faktor-faktor produksi. Dari penggabungan berbagai faktor produksi yang
biasa disebut juga sebagai masukan (input), dihasilkan hasil produksi yang
disebut keluaran (output). Kita ambil contoh sekarung tepung. Tepung merupakan
bahan baku yang manfaatnya baru terasa bila telah diubah menjadi roti,
usaha pembuatan tepung menjadi roti merupakan kegiatan produksi. Tapi, tidaklah
mudah mengubah bahan baku mejadi barang siap konsumsi untuk dapat melakukan
kegiatan produksi seorang produsen membutuhkan faktor-faktor produksi.
C.
Kesimpulan
Secara teknis produksi adalah proses
mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam pandangan
ekonomi jauh lebih luas. Kegiatan produksi dalam persfektif ekonomi Islam pada
akhirnya mengerucut pada manusia dan eksistensinya, yaitu mengutamakan harkat
manusia.
Tujuan kegiatan produksi adalah menyediakan
barang dan jasa yang memberikan mashlahah maksimum bagi konsumen yang di
wujudkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia pada tingkat moderat, menemukan
kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya, menyiapkan persediaan barang dan jasa di
masa depan, serta memenuhi sarana bagi kegiatan sosial dan ibadah kepada Allah.
Produsen dalam pandangan ekonomi Islam adalah mashlahah maximizer. Mencari
keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang,
sepanjang berada dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua
komponon, yaitu keuntungan dan keberkahan.
Seluruh kegiatan produksi terikat pada tatanan
nilai moral dan teknikal yang Islami, sebagimana juga dalam kegiatan konsumsi.
Secara lebih rinci nilai-nilai ini misalnya adalah berwawasan jangka panjang,
yaitu berorientasi pada tujuan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
BPFE Yogyakarta. 2004
A. Karim, Adiwarman Ekonomi Mikro Islami. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2007
Suprayitno, Eko. Ekonomi Mikro Perspektif Islam, Malang :
UIN Malang Press, 2008
Subagiyo, Rokhmat. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta : Alim’s
Publishing, 2016
Pusat
Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008
[3] Eko
Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam, (Malang : UIN Malang Press,
2008) h. 157
[5] Eko
Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam,.....h. 161-165
[6] Rokhmat
Subagiyo, Ekonomi Mikro Islam,...... h.65
[7] Eko
Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam,.....h. 178
[8] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam. Ekonomi Islam. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2008). h. 238
[10] Ibid,.... h.
253
Langganan:
Postingan (Atom)